REVIEW BUKU : DUNIA ANNA

[Mama'nya Farzan] 

 REVIEW BUKU : DUNIA ANNA

Untuk review buku kali ini, saya mengubah format tampilan dan menambahkan informasi-informasi terkait buku yang saya review. Semoga format baru ini bisa membuat pembaca lebih nyaman 😉.



INFORMASI BUKU

Judul Buku : Dunia Anna (Indonesia); Anna En Fabel Om Klodens Klima Og Miljo (Nordik).
Penulis : Jostein Gaarder
Penerjemah : Filsafat, Alam, Fiksi.
Genre : Filsafat, Alam, Fiksi.
Tebal : 245 Halaman.
Bahasa    : Indonesia.
Penerbit / Cetakan    : Mizan / Cetakan XIX, Juni 2020
ISBN    : 978-979-433-842-1
Rating    :   

BLURB

"Nova sayang, aku tak tahu bagaimana rupa dunia saat kau membaca surat ini..."

Bumi 2082, Nova sangat terkejut saat tiba-tiba di terminal online-nya muncul surat dari nenek buyutnya, Anna. Surat yang ditulis 70 tahun lalu, tepat pada tanggal 12.12.12. Tepat pada saat nenek buyutnya berusia 16 tahun seperti Nova saat ini.

Sungguh misterius, bagaimana mungkin 70 tahun lalu nenek buyutnya sudah tahu bahwa kelak cicitnya bernama Nova? Dan darimana nenek buyutnya tahu tentang keresahan-keresahan Nova? Tentang bumi yang sudah tak seindah dulu lagi, tentang spesies yang punah, tanah-tanah yang tenggelam, kutub yang meleleh. Dan benarkah cincin rubi merah dari legenda Aladin, menjadi kunci untuk mengembalikan keseimbangan bumi? Cincin yang selama ini melingkar di jari Anna, nenek buyutnya?

Jostein Gaarder, penulis Dunia Sophie, kembali dengan Dunia Anna, sekali lagi mengajak kita berkaca. Dengan kisah yang ringan namun penuh makna, Jostein Gaarder kembali mengajak pembaca merenungkan eksistensi manusia dan semesta.

 

LATAR BELAKANG SAYA MEMBACA BUKU INI

Setelah membaca buku dan membuat review The Magic Library - Perpustakaan Ajaib Bibbi Bokken, saya jadi tertarik dengan buku-buku Jostein Gaarder lainnya. Awalnya buku kedua yang ingin saya baca adalah Dunia Sophie, tapi saat hendak membelinya di online shop, saya malah beralih pada buku Dunia Anna karena lagi diskon 💦😂.
Selain diskon, tentu saja blurb yang terletak di cover belakang buku membuat saya penasara. Penasaran bagaimana Penulis menyajikan informasi seputar lingkungan dan kondisi bumi. Ekspektasi saya lumayan tinggi pada buku ini mengingat buku Jostein Gaarde yang sebelumnya saya baca membuat perubahan besar pada diri saya pribadi.

KESAN SETELAH MEMBACA BUKU INI

***
Anna, sebagai tokoh sentral dalam novel ini dikisahkan sebagai anak yang memiliki imajinasi yang tinggi. Saking tingginya, orang-orang disekitarnya menganggap bahwa Anna sedang tidak sehat dan terlihat aneh. Anna sering bermimpi dan mimpinya terasa begitu nyata. Saat bangun pun, ia masih mengingat dengan jelas semua mimpinya itu.
Ibu dan Jonas (pacar Anna) pun mengantar Anna ke Dokter Benjamin, seorang psikiater. Obrolan keduanya berlangsung seru.
"Ada sesuatu yang kamu khawatirkan, Anna?"

Dia langsung menjawab:

"Pemanasan global."

"Apa yang kamu bilang barusan?"

"Saya bilang kalau saya khawatir akan perubahan iklim yang diakibatkan oleh ulah manusia. Saya takut kalau kita yang hidup saat ini mempertaruhkan iklim dan lingkungan bumi ini tanpa memedulikan generasi selanjutnya."

Pada bab selanjutnya, Anna bermimpi menjadi Nova, cicitnya di tahun 2082 dan melihat dirinya sendiri dalam versi wanita tua. Pada tahun itu, keindahan bumi hanya dapat dilihat dalam rekaman video dan tulisan. Dia pun memasang tanggal 12 Desember 2012 sebagai batas filter, lalu menonton kondisi bumi kala itu. Dia juga membaca beberapa artikel yang terbit pada tahun tersebut. Karena rasa penasaran apakah pada waktu itu nenek buyutnya turut andil menuliskan sesuatu, dia mengetik nama nenek buyutnya, Anna Nyrud, di mesin pencari. Terkejutlah ia, sebab ia menemukan surat yang ditulis oleh nenek buyutnya dan surat tersebut ditujukan untuk dirinya. Suart itu dibuat pada tanggal 11 Desember 2012, sehari sebelum ulang tahun Anna yang ke-16. Bagaimana Anna bisa tahu jika cicitnya nanti bernama Nova?

Setelah semua itu, Nova menyadari bahwa pada generasi nenek buyutnya lah bumi ini mulai rusak. 

"Aku cuma mau bilang kalau aku mau dunia tempat hidupku ini seindah dunia yang Nenek nikmati waktu seumurku." 

"Aku mohon Nenek, kembalikan semua tanaman dan hewan itu padaku."

Neneknya mengelus batu rubi yang terpasang di jarinya sambil menatap cicitnya dan berkata:

"Mungkin dunia ini bisa mendapat kesempatan baru..."

Apakah cincin ruby itu memiliki kekuatan ajaib? Benarkah semuanya dapat dikembalikan? 

***
Jostein Gaarder menyajikan isu yang berbeda di setiap karyanya. Kali ini, buku Dunia Anna menyajikan isu seputar pemanasan global. Dengan menggunakan anak remaja sebagai tokoh utama, dia mengeksploitasi imajinasi Anna sebagai alur cerita. Anna digambarkan sebagai anak remaja yang cerdas dan memili kepedulian terhadap lingkungan. Didampingin Jonas, sang pacar, ia mencoba mencari solusi untuk mencegah terjadinya pemanasan global.

Novel ini memiliki 38 bab. Terkesan banyak tapi sebenarnya isi dari tiap bab nya pendek-pendek. Kisah Anna dan Nova silih berganti di setiap bab dan sempat membuat saya bingung dengan pergeseran waktu yang begitu cepat. Padahal plot cerita ini sebenarnya hanya berlangsung singkat di dunia Anna, yaitu beberapa hari sebelum ulang tahunnya yang ke-16. Tapi disitulah uniknya Gaarder. Dia mampu mempertahankan rasa penasaran pembaca dengan menyajikan dua sudut pandang yang berbeda secara bergantian.

Meski demikian, ada yang mengganjal bagi saya, yaitu nasib si cincin ruby yang tak saya temukan hubungannya dengan solusi dari pemanasan global. Atau mungkin ekspektasi saya terhadap cincin rubi ini saja yang terlalu tinggi, hahahahah... 

Menurut saya buku ini dapat dibaca siapa saja. Walaupun kesannya seperti novel remaja, tapi orang dewasa pun baiknya membaca buku ini untuk menambah kepedulian terhadap lingkungan.


PELAJARAN YANG BISA DIPETIK DARI BUKU INI

Buku ini mengetuk kesadaran saya terhadap hal yang selama ini saya abaikan, yaitu kepedulian akan nasib bumi yang kian lama kiat sekarat. Sebenarnya pemanasan global sudah menjadi isu lama yang digengungkan oleh Pemerintan dan Dunia. Saya masih ingat, saat SMP saya mengikuti kegiatan "Mencegah Pemanasan Global" (inti kegiatannya itu, tapi judul kegiatan aslinya sudah lupa 😂). Adik saya juga pernah diundang ke Acara seperti itu yang diselenggarakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup (Ini saya ingat betul, karena setelah pulang dari kegiatan saya berebut souvenir dengan adik saya 😄). Tapi tentu itu saja tidak cukup. Walau pemerintah berkoar-koar tentang pemanasan global tapi tak dibarengai dengan aturan yang jelas mengenai larangan pemakaian bahan-bahan perusak ozon, hasilnya akan nihil. Faktor kesadaran masyarakat juga amat penting. Mulai dari penebangan hutan secara liar oleh individu maupun korporat, limbah plastik yang tak terkendali, hingga kebiasaan membuang sampah sembarangan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari proses kehancuran bumi.


QUOTE PILIHAN
Kita telah menjauhkan diri kita dari alam tempat kita hidup dan mengabaikan seluruh eksistensi. Sudah begitu jauh hingga kebanyakan orang lebih bisa menyebutkan nama-nama pemain sepakbola dan bintang film ketimbang menyebutkan jenis-jenis burung [Hal. 147]

"Namun, apakah tidak sama gilanya hidup dengan cara seakan-akan kita memiliki beberapa bumi untuk dihamburkan dan bukan yang satu-satunya ini yang harus kita bagi bersama?" [Hal. 159]

"Pesimisme itu cuma kata lain dari kemalasan. Aku bisa saja khawatir, tapi itu hal yang berbeda, orang pesimistis itu pada dasarnya sudah menyerah." [229]

 

 

 



                                         



SAYA MEMAAFKANMU

SAYA MEMAAFKANMU

www.hashtagtheplanet.com



A : "Saya memaafkanmu!"

B : "Sunggu? Oh, kamu orang yang baik. Terima kasih banyak. Dan sekali lagi maafkan aku."

Keesokan harinya,

B : "Kita kerja kelompok bareng yuk, pasti bakalan asik."

A : "Saya tidak bisa. Saya masih takut kamu akan melakukan kesalahan itu lagi.

B : "Itu tandanya kamu belum memaafkan aku."

A : "Nggak kok, saya sudah memaafkan kamu, hanya saja......."


Saya pernah seperti si A (tentu saja dengan perkara yang berbeda), karena si B telah meminta maaf dengan tulus, saya pun akhirnya memilih untuk memaafkan. Masalahpun selesai.

Saya sudah memaafkannya. Tapi.......... kok masih ada rasa sakit yang mengganjal di hati? Mengapa perbuatan buruknya masih bertahta dalam ingatan?

Waktu terus berlalu. Saya pun akhirnya melupakan si B. Yah begitulah fikirku.

Namun, saat sedang merapikan kamar, saya menemukan diary lama, dan dalam diary itu ternyata saya pernah menuliskan sebuah quote dalam bahasa inggris yang tak saya cantumkan sumbernya. Setelah membaca quote itu, wah....ternyata saya telah menyimpan harta karun dan melupakannya. 

"To forgive is to forget."

Memaafkan berarti melupakan, melupakan sakit hati yang pernah ditorehkan orang lain, seperti Nabi Yusuf a.s memaafkan saudara-saudaranya yang telah membuangnya ke dalam sumur. Memaafkan berarti melupakan, melupakan keinginan untuk membalas / menghukum walaupun sanggup. Memaafkan berarti melupakan, melupakan segala hal berkenaan perbuatan buruk orang tersebut dan tidak lagi menyinggungnya.

Ah....berat sekali yah ternyata "memaafkan" itu. Pantas saja orang pemaaf itu mendapatkan kasih sayang yang luar biasa dari Sang Maha Kuasa.

Hai orang-orang mukmin, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. [At Taghabun : 14]

https://id.pinterest.com/pin/449093394067052059/


Memaafkan itu memang berat. Tapi saya ingin melakukannya. Yah, tentu saja melakukannya dengan benar. Kini SAYA MEMAAFKANMU 😊

5 HAL PENYEBAB KERETAKAN RUMAH TANGGA

5 HAL PENYEBAB KERETAKAN RUMAH TANGGA

https://id.pinterest.com/pin/559994534913422781/


Awalnya saya ragu ingin mengangkat judul ini, sebab saya tahu pasti bahwa saya masih dalam proses panjang untuk menjadi istri sekaligus ibu yang ideal bagi suami dan anak, ditambah usia pernikahan yang baru seumur jagung. Namun, itu bukahlah alasan bijak untuk tidak berbagi secuil ilmu yang saya ketahui, ya kan? 😊

Maraknya kasus perceraian di Indonesia menyadarkan saya bahwa kita begitu mudah mengambil keputusan untuk berpisah. Rasa cinta yang melandasi awal pernikahan musnah begitu saja saat topan ujian datang melanda. Apakah karena dari awalnya pondasi pernikahan yang dibangun hanya terbuat dari kesenangan dunia? Ataukan terjadi salah kaprah, menganggap bahwa isi pernikahan itu hanya kebahagiaan?

Menurut saya, pernikahan adalah penyatuan 2 jiwa, dimana proses penyatuan itu tidak segampang menyatukan kopi dan susu (oh, saya jadi haus 😂). Proses penyatuan itu diawali dengan meniadakan diri, alias menghilangkan ke-aku-an, alias mengikis ego pribadi yang dilakukan oleh suami maupun istri. Berat gak? Tentu saja berat gaesss..... makanya pernikahan itu menyempurnakan separuh agama.

Suami dan istri memiliki peran sentral dalam langgengnya sebuah pernikahan. Masing-masing pihak, suami maupun istri, harus saling bertanggung jawab satu sama lain. Oleh sebab itu, keduanya harus saling memiliki ketegaran dan kesabaran yang penuh dalam menghadapi kerasnya kehidupan dunia. Namun sangat disesalkan, banyak yang kalah dan tak sanggup bertahan lantaran sebab yang sepele sehingga mengancam keharmonisan keluarganya.

Menurut saya, ada 5 hal penting yang menyebabkan keretakan rumah tangga, yaitu:
  1. Kurangnya ilmu

Kita seringkali mendapati seorang suami yang memperlakukan istrinya seperti pelayan dan menjadikan dirinya majikan yang wajib dilayani 24 jam. Sang suami entah lupa, pura-pura lupa, atau memang miskin ilmu bahwa istrinya berdasarkan syariat Islam dan undang-undang, tidak wajib menunaikan pekerjaan-pekerjaan domestik (masak, mencuci, dan sejenisnya). Dalam islam, pekerjaan-pekerjaan tersebut merupakan ladang amal dan jalan pengkhidmatan baik untuk istri ataupun suami. Tak hanya suami, kadang kita juga sering menjumpai istri yang memperlakukan suaminya tak lebih dari seorang yang hina dina. Dimatanya, suami hanya sebuah pion yang harus bergerak atas izinnya. Istri yang menghinakan suaminya tentu telah melakukan dosa besar.

Contoh-contoh diatas merupakan salah satu bukti bahwa begitu minimnya ilmu agama tentang hak dan kewajiban suami istri.

      2. Tidak adanya saling pengertian

 

https://detiklife.com/obrolan-percakapan-lucu-suami-istri/


Tidak adanya sikap saling mengerti akan menyebabkan timbulnya pelbagai kesulitan yang menjurus pada pertengkaran. Adapun penyebab tidak adanya saling pengertian bersumber dari pola hidup sebelum menikah (adanya perbedaan selera dan gaya hidup). Kegagalan mengenali kepribadian pasangan walau telah hidup bersama adalah hal yang sangat disesalkan. Andaikan suami maupun istri meniadakah egonya dan saling memahami, persoalan dapat diatasi dengan mudah.


      3. Minimnya kesabaran

Seringkali seseorang sampai hilang kesabarannya dan naik pitam saat menghadapi pertanyaan istri/ suami yang sebenarnya sangat receh. Namun entah mengapa sang suami/istri langsung marah dan berteriak. Hal seperti ini membuktikan bahwa sang suami/istri minim kesabaran (tak dapat mengontrol diri)


      4. Cara pandang yang berbeda

https://www.kompasiana.com/pakcah/551f5b2081331176019df75f/9-manfaat-konflik-suami-isteri


Jika suami dan istri memiliki cara pandang yang berbeda terhadap pernikahan, tentu saja pernikahan tersebut tidak akan berjalan lancar. Penyatuan dua jiwa mustahil terlaksana, dan apa yang menjadi tujuan dari pernikahan akan gagal. Suami adalah nakhoda, maka kapal haruslah berlayar sesuai dengan arahan dari nahkoda. Apabila istri atau dalam perumpamaan ini ia adalah penumpang, maka ia wajib taat. Jika penumpang memiliki tujuan yang berbeda dari sang nahkoda, kapal tersebut bisa karam sebelum sampai tujuan.


     5. Faktor-faktor dari luar
https://www.wajibbaca.com/2017/04/jangan-ucapkan-3-hal-ini-pada-pasangan.html

 

Sebuah pertangkaran dalam keluarga seringkali dipicu oleh sejumlah faktor yang datang dari luar, misalnya, seorang suami yang bekerja di suatu tempat kemudian bertengkar dengan atasan atau rekan kerjanya lantas pulang ke rumah dan melampiaskan kemarahan dan sakit hatinya pada istrinya. Contoh lain, seorang istri yang mudah terhasut oleh tetangganya untuk membeli barang-barang yang tak sesuai dengan kesanggupan ekonomi keluarganya lantas berkeluh kesah pada suaminya yang baru saja pulang kerja.

Seseorang pernah berkata (saya lupa sumbernya 😁), "Sungguh tidak masuk akal apabila seorang suami atau istri lantaran diterjang problema diluar rumah, bersikap mementingkan dirinya sendiri, ketika pulang kerumah, dirinya berusaha menghilangkan kekesalannya dengan cara menumpahkan amarahnya kepada orang orang yang tidak bersalah."


Semoga tulisan ini bermanfaat 😊